Tentang jari jemari
Jari jemariku sudah lama tak menari, sebab tak ada lagi objek dunia yang menarik. Cinta, kini hanya bualan, dan perasaan, kini hanya sebuah permainan. Aku lupa bagaimana dunia yang dulu kupandang dengan banyak angan-angan. Dunia yang dipenuhi kata seandainya dan berharap-harap besok atau lusa jadi kenyataan.
Apakah dewasa mengajarkan ku untuk lebih peka memandang realita atau kecewa yang yang membuat ku takut untuk bercita-cita. Beberapa tahun lalu kurasakan indahnya hati dalam mencintai, tak ada rasa khawatir untuk terluka apalagi dikhianati. Beberapa saat lalu kurasakan betapa menakjubkan dunia ini sampai jatuh membuatku terdiam disudut hidup penuh takut dan memancing segala naluri.
Hidup ini keras, lantas mengapa tidak ada satu orang pun yang berfikir untuk mengubahnya jadi indah, jika arsitek bisa mengubah tempat kumuh nan tak berfungsi menjadi indah dan menyenangkan. Lalu keberadaan siapa yang bisa membuat hidupku menjadi berwarna dan jauh dari rasa takut.
Aku pernah dikecewakan dan akupun dengan lantang "pernah mengecewakan ekspektasi seseorang". Aku tertusuk namun tangan ku penuh darah juga. Aku kecewa dan aku pun mengecewakan.
Apakah benar kuburan hanya untuk satu orang? Benar juga untuk seseorang yang hatinya sudah mati tak terbangkitkan seorangpun jiwa. Seseorang dengan perasaan yang sudah mati, kedatangan dan kepergian, pertemuan dan perpisahan adalah hal yang tak lagi membutuhkan air mata. Karena semua di matanya tak lagi memiliki makna dan tak lagi berharga.
Kini jariku menari, namun bagai musisi yang mengiringi lagu pada seseorang yang sudah terbaring dalam peti. Semua kata seindah apapun semua ritme melodi sehebat apapun kita sepakat sudah tidak berguna lagi.
Komentar
Posting Komentar